PEMBANGUNAN
Koprasi
(
EKONOMI KOPRASI )
Nama : Alka Tanti Setiawati
Kelas :2EA34
NPM
: 10218677
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemerintah di negara-negara
sedang berkembang pada umumnya turut secara aktif dalam upaya membangun
koperasi.Keikutsertaan Pemerintah negara-negara sedang berkembang ini, selain
didorong oleh adanya kesadaran untuk turut serta dalam membangun koperasi, juga
merupakan hal yang sangat diharapkan oleh gerakan koperasi. Hal ini antara lain
didorong oleh terbatasnya kemampuan koperasi di negara yang sedang berkembang,
untuk membangun dirinya atas kekuatan sendiri.
Koperasi dan kelompok usaha kecil menengah merupakan
wujud kehidupan ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia .Keberadaan kelompok
ini tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan perekonomian secara nasional.
Menteri Koperasi dan UKM, Syarif Hasan dalam acara Penutupan Pekan Kreasi
Nusantara (PKN) 2012 di GOR Satria Purwokerto, Jumat (4/5/2012) mengatakan di
seluruh wilayah Indonesia terdapat sebanyak 188.181 unit koperasi dengan
kontribusi koperasi dan UKM terhadap PDB (produk domestik bruto) saat ini sudah
mencapai 56,5 persen.
Jumlah koperasi dan kelompok
usaha kecil menengah dan daya serap tenaga kerja yang cukup besar ternyata
perkembangannya masih jauh dari yang diharapkan.Kelompok ini hanya selalu
menjadi sasaran program pengembangan dari berbagai institusi pemerintah, namun
program pengembangan tersebut belum menunjukkan terwujudnya pemberdayaan
terhadap koperasi dan kelompok usaha kecil menengah tersebut.Implementasi
kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
telah membawa paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah serta
dalam hubungan antara Pusat dengan Daerah.Kebijakan Otonomi Daerah memberikan
kewenangan yang luas kepada Daerah untuk mengurus dan mengatur kepentingan
masyarakatnya atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undang yang berlaku.
Dalam rangka implementasi
kebijakan Otonomi Daerah, pembinaan terhadap kelompok usaha kecil, menengah dan
koperasi perlu menjadi perhatian.Pembinaan terhadap kelompok usaha kecil,
menengah dan koperasi bukan hanya menjadi tanggung jawab Pusat tetapi juga menjadi
kewajiban dan tanggung jawab Daerah.Pemerintah diharapkan dapat melakukan
pembinaan secara langsung terhadap kondisi internal koperasi. Sebagaimana
terjadi di Indonesia, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil mengah misalnya,
dapat melakukan pembinaan dalam bidang organisasi, manajemen, dan usaha
koperasi. Sedangkan departemen-departemen teknis yang lain dapat melakukan
pembinaan sesuai dengan bidang teknis yang menjadi kompentensinya
masing-masing. Agar keikutsertaan pemerintah dalam pembinaan koperasi itu dapat
berlangsung secara efektif, tentu perlu dilakukan koordinasi antara satu bidang
dengan bidang lainnya.Tujuannnya adalah terdapat keselarasan dalam menentukan
pola pembinaan koperasi secara nasional.Dengan terbangunnya keselarasan dalam
pola pembinaan.koperasi, maka koperasi diharapkan dapat benar-benar meningkat
kemampuannya, baik dalam meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat di
sekitarnya, maupun dalam turut serta membangun sistem perekonomian nasional.
Di pihak yang lain, dengan
kekuasaan yang dimilikinya, Pemerintah diharapkan dapat menciptakan iklim usaha
yang mendorong perkembangan koperasi secara sehat. Sebagai organisasi ekonomi,
perkembangan koperasi tidak mungkin dapat dilepaskan dari kondisi persaingan
yang dihadapinya dengan pelaku-pelaku ekonomi yang lain. Persaingan koperasi
dengan pelaku-pelaku ekonomi yang lain, selain memiliki arti positif, dapat
pula memiliki arti negatif bagi perkembangan koperasi. Hal itu sangat
tergantung pada iklim usaha tempat berlangsungnya proses persaingan tersebut.
Sehubungan dengan itu. Maka Pemerintah diharapkan dapat menjamin berlangsungnya
proses persaingan itu secara sehat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kebijakan Pembangunan Koperasi
Selama era pembangunan jangka
panjang tahap pertama, pembangunan koperasi di Indonesia telah menunjukkan
hasil-hasil yang cukup memuaskan.Selain mengalami pertumbuhan secara
kuantitatif, secara kualitatif juga berhasil mendirikan pilar-pilar utama untuk
menopang perkembangan koperasi secara mandiri. Pilar-pilar itu meliputi antara
lain: Bank Bukopin, Koperasi Asuransi Indonesia, Kopersi Jasa Audit, dan
Institut Koperasi Indonesia. Walaupun demikian, pembangunan koperasi selama PJP
I masih jauh dari sempurna.Berbagai kelemahan mendasar masih tetap mewarnai
wajah koperasi. Kelemahan-kelemahan mendasar itu misalnya adalah: kelemahan
manajerial, kelemahan sumber daya manusia, kelemahan modal, dan kelemahan
pemasaran. Selain itu, iklim usaha yang ada juga terasa masih kurang kondusif
bagi perkembangan koperasi. Akibatnya, walaupun secara kuantitatif an
kualitatif koperasi telah mengalami perkembangan, namun perkembangannya
tergolong masih sangat lambat. Bertolak dari pengalaman pembagunan koperasi
dalam era PJP I itu, maka pelaksanaan pembangunan koperasi dalam era PJP II
diharapkan lebih ditingkatkan, sehingga selain koperasi tumbuh menjadi bangun
perusahaan yabg sehat dan kuat, peranannya dalam berbaai aspek kehidupan bangsa
dapat lebih ditingkatkan pula. Hal itu sejalan dengan salah satu sasaran
pembangunan ekonomi era PJP II, yaitu pertumbuhan koperasi yang sehat dan kuat.
Implementasi kebijakan Otonomi
Daerah berdasarkan UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah telah membawa
paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah serta dalam
hubungan antara Pusat dengan Daerah.Kebijakan Otonomi Daerah memberikan
kewenangan yang luas kepada Daerah untuk mengurus dan mengatur kepentingan
masyarakatnya atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undang yang berlaku.
Dalam rangka implementasi
kebijakan Otonomi Daerah, pembinaan terhadap kelompok usaha kecil, menengah dan
koperasi perlu menjadi perhatian. Pembinaan terhadap kelompok usaha kecil,
menengah dan koperasi bukan hanya menjadi tanggung jawab Pusat tetapi juga
menjadi kewajiban dan tanggung jawab Daerah untuk mengembangkan koperasi
menjadi makin maju, makin mandiri, dan makin berakar dalam masyarakat, serta
menjadi badan usaha yang sehat dan mampu berperan di semua bidang usaha,
terutama dalam kehidupan ekonomi rakyat, dalam upaya mewujudkan demokrasi
ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Untuk itu, maka pembangunan
koperasi diselenggarakan melalui peningkatan kemampuan organisasi, manajemen,
kewiraswastaan, dan permodalan dengan di dukung oleh peningkatan jiwa dan semangat
berkoperasi menuju pemantapan perannya sebagai sokoguru perekonomian nasional.
2.2 Koperasi Dalam Era Otonomi Daerah
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai salah
satu perwujudan reformasi pemerintahan telah melahirkan paradigma baru dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selama ini penyelenggaraan pemerintahan di
daerah sebagaimana diatur UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah mengandung azas dekonsentrasi, desentralisasi dan pembantuan.
Pada masa itu penyelenggaraan Otonomi Daerah menganut prinsip Otonomi Daerah
yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada otonomi yang lebih
merupakan kewajiban dari pada hak.Hal ini mengakibatkan dominasi pusat terhadap
daerah sangat besar, sedangkan daerah dengan segala ketidakberdayaannya harus
tunduk dengan keinginan pusat tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat daerah.
Dengan UU 22/1999 pemberian
otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan kepada azas
desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung
jawab.Daerah memiliki kewenangan yang mencakup kewenangan dalam seluruh bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan agama.Dengan demikian daerah
mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Jadi UU Nomor 22 Tahun 1999
memberikan hak kepada daerah berupa kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakatnya.Pengaturan dan pengurusan kepentingan masyarakat
tersebut merupakan prakarsa daerah sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dan
bukan lagi merupakaninstruksi dari pusat.Sehingga daerah dituntut untuk
responsif dan akomodatif terhadap tuntutan dan aspirasi masyarakatnya.
Dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 2000 ditetapkan kewenangan Pemerintah (Pusat) di bidang
perkoperasian yang meliputi :
1. Penetapan
pedoman akuntansi koperasi dan pengusaha kecil menengah.
2. Penetapan
pedoman tatacara penyertaan modal pada koperasi.
3. Fasilitasi
pengembangan sistem distribusi bagi koperasi dan pengusaha kecil dan menengah.
4. Fasilitasi
kerjasama antar koperasi dan pengusaha kecil menengah serta kerjasama dengan
badan usaha lain.
Sedangkan selain kewenangan
tersebut di atas menjadi kewenangan Daerah, termasuk di dalamnya untuk
pembinaan terhadap pengusaha kecil, menengah dan koperasi.Sesuai dengan kewenangan
Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat termasuk di dalamnya
kepentingan dari pengusaha kecil, menengah dan koperasi.
Implementasi undang-undang
otonomi daerah, akan memberikan dampak positif bagi koperasi dalam hal
alokasi sumber daya alam dan pelayanan pembinaan lainnya. Namun koperasi akan
semakin menghadapi masalah yang lebih intensif dengan pemerintah daerah
dalam bentuk penempatan lokasi investasi dan skala kegiatan koperasi . Karena
azas efisiensi akan mendesak koperasi untuk membangun jaringan yang
luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan advokasi oleh gerakan
koperasi untuk memberikan orientasi kepada Pemerintah didaerah semakin
penting. Dengan demikian peranan pemerintah di tingkat Propinsi yang diserahi tugas
untuk pengembangan koperasi harus mampu menjalankan fungsi intermediasi semacam
ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan
infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan pusat.
Peranan pengembangan sistem
lembaga keuangan koperasi di tingkat Kabupaten/Kota sebagai Daerah Otonomi
menjadi sangat penting. Lembaga keuangan Koperasi yang kokoh di Daerah Otonom
akan dapat menjangkau lapisan bawah dari Ekonomi Rakyat. Disamping itu juga
akan mampu berperan menahan arus keluar Sumber Keuangan Daerah. Berbagai studi
menunjukan bahwa lembaga keuangan yang berbasis daerah akan lebih mampu menahan
arus kapital keluar.
Dukungan yang diperlukan bagi
koperasi untuk mengha¬dapi berbagai rasionalisasi adalah keberadaan lembaga
jaminan kre¬dit bagi koperasi dan usaha kecil di daerah. Dengan
demi¬kian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen terpenting untuk
percepatan perkembangan koperasi di dae¬rah. Lembaga jaminan kredit yang
dapat dikembangkan Pemerintah Daerah akan dapat mendesentralisasi
pengem¬bangan ekonomi rakyat dan dalam jangka panjang akan me¬num-buhkan
kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran uang di masing-masing daerah. Dalam
jangka menengah kope¬rasi juga perlu memikirkan asuransi bagi para penabung.
Potensi koperasi pada saat ini
sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi yang otonom, namun fokus bisnis
koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi seperti
jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama.
Dengan otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat
juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam
hal ini konsolidasi potensi keuangan, pengem¬bangan jaringan
informasi serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi merupakan
kebutuhan pendukung untuk kuat¬nya kehadiran koperasi. Pemerintah di
daerah dapat mendo¬rong pengem-bang¬an lembaga penjamin kredit di daerah.
UU No. 22 thn 1999 tentang
otonomi daerah akan memberikan dampak positif bagi koperasi dalam hal alokasi
sumber daya alam dan pelayanan pembiayaan lainnya. Peranan Dinas koperasi
tingkat provinsi dan kabupaten / kota yang secara fungsional dan diserahi untuk
pengembangan koperasi harus mampu menjalankan fungsi intermediasi semacam ini.
Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur
daerah yang semula menjadi kewenangan instansi pusat.
Koperasi-koperasi sekunder di tingkat provinsi atau
kabupaten/kota harus menjadi barisan terdepan untuk merintis pembelian
bersama,terutama untuk produk-produk yang diimpor atau dibeli dari
pabrik-pabrik dan perusahaan besar.
Potensi koperasi pada saat ini
sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi secara otonom, namun fokus bisnis
koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kenutuhan yang tinggi seperti
jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama.Dengan otonomi
selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat potensi
terjadinya benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah.
2.3. Kebijakan Pembinaan Koperasi
dan Usaha Kecil Menengah
Sejak lama Pemerintah sudah
melakukan pembinaan terhadap koperasi dan usaha kecil menengah.Pembinaan
terhadap kelompok usaha ini semenjak kemerdekaan telah mengalami beberapa
perubahan.Dahulu pembinaan terhadap koperasi dipisahkan dengan pembinaan
terhadap usaha kecil dan menengah. Yang satu dibina oleh Departemen Koperasi
sedangkan yang lain dibina oleh Departemen Perindustrian dan Departemen
Perdagangan. Setelah melalui perubahan beberapa kali maka semenjak beberapa
tahun terakhir pembinaan terhadap koperasi dan usaha kecil menengah dilakukan
satu atap di bawah Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
Berdasarkan kepada PROPENAS
(Program Pembangunan Nasional) 2000-2004 ditetapkan program pokok pembinaan
usaha kecil menengah dan koperasi sebagai berikut:
1. Program
penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif.
Program
ini bertujuan untuk membukan kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin
kepastian usahan dengan memperhatikan kaidah efisiensi ekonomi sebagai
prasyarat untuk berkembangnya PKMK. Sedangkan sasaran yang akan dicapai adalah
menurunnya biaya transaksi dan meningkatnya skala usaha PKMK dalam kegiatan
ekonomi.
2. Program
Peningkatan Akses kepada Sumber Daya Produktif.
Tujuan
program ini adalah meningkatkan kemampuan PKMK dalam memanfaatkan kesempatan
yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia.
Sedangkan sasarannya adalah tersedianya lembaga pendukung untuk meningkatkan
akses PKMK terhadap sumber daya produktif, seperti SDM, modal, pasar, teknologi
dan informasi.
3. Program
Pengembangan Kewirausahaan dan PKMK Berkeunggulan Kompetitif.
Tujuannya
untuk mengembangkan perilaku kewira-usahaan serta meningkatkan daya saing UKMK.
Sedangkan sasaran adalah meningkatnya pengetahuan serta sikap wirausaha dan
meningkatnya produktivitas PKMK.
Sebelum dilaksanakannya
kebijakan Otonomi Daerah pembinaan terhadap usaha kecil menengah dan koperasi
ditangani langsung oleh jajaran Departemen Koperasi dan UKM yang berada di
daerah.Sedangkan Pemerintah Daerah hanya sekedar memfasilitasi, kalau tidak
boleh dikatakan hanya sebagai penonton.Semua kebijakan dan pedoman
pelaksanaannya merupakan kebijakan yang telah ditetapkan dari Pusat, sementara
aparat di lapangan hanya sebagai pelaksana.Pembinaan yang diberikan tersebut
cenderung dilakukan secara seragam terhadap seluruh Daerah dan lebih bersifat
mobilisasi dibandingkan pemberdayaan terhadap Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah.
2.4 Pola Pembinaan UKMK dalam Rangka Otonomi Daerah
Sejalan dengan kebijakan
Otonomi Daerah yang memberikan kewenangan kepada Daerah untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakatnya maka pembinaan Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah harus melibatkan seluruh komponen di Daerah. Peran Pemerintah Daerah
sebagai pelaksana kewenangan penyelenggaraan pemerintahan Daerah Otonom akan
sangat menentukan bagi pembinaan UKMK.
Dalam rangka pelaksanaan
Otonomi Daerah maka pembinaan terhadap Koperasi dan Usaha Kecil Menengah perlu
dirumuskan dalam suatu pola pembinaan yang dapat memberdayakan dan mendorong
peningkatan kapasitas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah tersebut.Pola pembinaan
tersebut harus memperhatikan kondisi perkembangan lingkungan strategis yang
meliputi perkembangan global, regional dan nasional.Disamping itu juga pola pembinaan
tersebut hendaknya belajar kepada pengalaman pembinaan terhadap usaha kecil,
menengah dan koperasi yang telah dilaksanakan selama ini.
Pola pembinaan terhadap
koperasi dan usaha kecil menengah yang ditawarkan untuk meningkatkan kapasitas
dan daya saingnya dalam rangka Otonomi Daerah antara lain adalah :
a. Pelaksana
program-program pokok pengembangan UKMK yang telah diatur di dalam Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000-2004 yang meliputi; Program Penciptaan
Iklim Usaha yang Kondusif, Program Peningkatan Akses kepada Sumber Daya
Produktif, dan Program Pengembangan Kewirausahaan dan PKMK Berkeunggulan
Kompetitif secara terpadu dan berkelanjutan.
b. Pelaksanaan
program-program pengembangan UKMK yang disusun dengan memperhatikan dan disesuaikan
kondisi masing-masing Daerah, tuntutan, aspirasi dan kepentingan masyarakat,
serta kemampuan Daerah.
c. Keterpaduan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, masyarakat, lembaga keuangan, lembaga
akademik dan sebagainya dalam melakukan pembinaan dan pengembangan koperasi dan
usaha kecil menengah.
d. Pemberdayaan
SDM aparatur Pemerintah Daerah agar mampu melaksanakan proses pembinaan dan
pengembangan terhadap koperasi dan usaha kecil menengah.
e. Pengembangan
pewilayahan produk unggulan sesuai potensi dan kemampuan yang dimiliki dalam
suatu wilayah bagi usaha kecil, menengah dan koperasi dalama rangka
meningkatkan daya saing.
f. Mensinergikan
semua potensi yang ada di Daerah untuk meningkatkan pengembangan usaha kecil,
menengah dan koperasi sehingga mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan
implentasi kebijakan Otonomi Daerah.
g. Sosialisasi
tentang kebijakan perekonomian nasional dalam rangka memasuki era pasar bebas
AFTA (ASEAN Free Trae Area), APEC ( Asia Pacific Cooperation) dan WTO (World
Trade Organization) kepada seluruh kelompok usaha kecil, menengah dan koperasi.
Berharap melalui pola
pembinaan yang dikembangkan tersebut didapat outcomes yang bersinergi antara
kebijakan pembinaan usaha kecil, menengah dan koperasi dengan kebijakan Otonomi
Daerah.Sehingga antara kebijakan Otonomi Daerah dengan pembinaan usaha kecil,
menengah dan koperasi terdapat simbiosis mutualisme. Implementasi kebijakan
Otonomi Daerah akan menentukan bagi keberhasilan pembinaan usaha kecil,
menengah dan koperasi serta sebaliknya pelaksanaan pembinaan UKMK akan
mendorong keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah, dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam rangka implementasi
kebijakan Otonomi Daerah, pembinaan terhadap kelompok usaha kecil, menengah dan
koperasi perlu menjadi perhatian.Pembinaan terhadap kelompok usaha kecil,
menengah dan koperasi bukan hanya menjadi tanggung jawab Pusat tetapi juga
menjadi kewajiban dan tanggung jawab Daerah.
Implementasi undang-undang
otonomi daerah, akan memberikan dampak positif bagi koperasi dalam hal
alokasi sumber daya alam dan pelayanan pembinaan lainnya. Namun koperasi akan
semakin menghadapi masalah yang lebih intensif dengan pemerintah daerah
dalam bentuk penempatan lokasi investasi dan skala kegiatan koperasi . Karena
azas efisiensi akan mendesak koperasi untuk membangun jaringan yang
luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan advokasi oleh gerakan
koperasi untuk memberikan orientasi kepada Pemerintah didaerah semakin
penting. Dengan demikian peranan pemerintah di tingkat Propinsi yang diserahi
tugas untuk pengembangan koperasi harus mampu menjalankan fungsi intermediasi
semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan
infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan pusat.
Berharap melalui pola
pembinaan yang dikembangkan tersebut didapat outcomes yang bersinergi antara
kebijakan pembinaan usaha kecil, menengah dan koperasi dengan kebijakan Otonomi
Daerah.Sehingga antara kebijakan Otonomi Daerah dengan pembinaan usaha kecil,
menengah dan koperasi terdapat simbiosis
Komentar
Posting Komentar